Arsip Blog

Kamis, 13 Januari 2011

Numpang Bikin Iklan

Workshop Pengenalan Falun Dafa
Supreme Cuisine

Lilya, Peri Tak Bersayap

Advertisement

Lilya, Peri Tak Bersayap

Print This Post Print This Post
VN:F [1.9.3_1094]
Rating: 8.4/10 (258 votes cast)
Pada suatu hari ada seorang peri bernama Lilya, dia adalah peri yang tidak mempunyai sayap tidak seperti peri-peri yang lain nya, dia sering diejek oleh teman-temannya karena tidak mempunyai sayap, tapi dia tak perduli apa yang dikatakan oleh teman-temannya. Peri Lilya mendengar kabar kalau Raja Duyung menyimpan sepasang sayap cantik. Lalu Peri Lilya pergi ke tempat Raja Duyung, tetapi dia hanya bertemu dengan Putri Duyung “hei sedang apa kalian di sini?” tanya Putri Duyung.
cute-fairy1“Aku ingin tahu di mana keberadaan Raja Duyung?” tanya Peri Lilya.
“Raja Duyung sedang diculik oleh brutus” kata Putri Duyung dengan sedihnya.
“Astaga, mengapa Raja Duyung bisa diculik, Bukannya Brutus adalah pesuruh Peri Jahat? Kita harus segera menolong Raja Duyung”, kata Peri Lilya.
“Aku juga ingin menolong Raja, tetapi aku tak bisa karena Raja ditawan di bawah laut yang dalam sekali”
“Ya sudah aku ingin membantu mu”, kata Peri Lilya
“Besok kita bertemu lagi di sini”
Pulanglah Peri Lilya ke rumahnya, dia tinggal di dalam rumah bunga, dan dia ditemani oleh hewannya yang bernama Sifi. Pagi-pagi sekali Sifi sudah membangunkan Peri Lilya. Lalu Peri Lilya langsug pergi ke air terjun, di sana Putri Duyung sudah menunggu, “Ayo kita langsung mencari Raja Duyung.”, ajak Putri Duyung.
Tapi Peri Lilya tidak bisa bernafas dalam air karena dia peri, “Nich makan saja” kata Putri Duyung.
“Apa Ini?”
“Ini adalah rumput laut yang bisa membuat peri bernafas dalam air bila dia memakannya.”
“Baik aku akan memakannya.”
Putri Duyung dan Peri Lilya langsung ke berenang dan menyelam ke laut, “Ayo kita ke tempat paranormal kita bisa tahu di mana raja duyung berada”, ajak Peri Lilya.
Lalu mereka bertemu dengan paranormal, “nih aku beri kan saja kalian balon,dan kalian harus mengikuti kemana balon itu pergi,dan bila balon itu pecah berarti di situ rajamu ditawan.”
“Terimakasih” mereka telah melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan lalu mereka sampai di penjara dimana Raja Duyung ditawan oleh Brutus. Kebetulan saat itu Brutus yang jahat sedang pergi. Dan Peri Lilya dan Putri Duyung pun membebaskan Raja Duyung.
purple_pink_fairy_wings“Terimakasih kalian telah membebaskan saya dari Brutus.”
“Oh sama-sama Raja”, jawab mereka berdua.
Lalu tiba-tiba Raja Duyung memberikan sesuatu kepada Peri Lilya, dan tiba-tiba saja Peri Lilya berubah menjadi peri bersayap yang sangat cantik “aku punya sayap” Peri Lilya sangat senang mempunyai sayap.
“Terimakasih Raja Duyung”, kata Peri Lilya.
Lalu dia pulang ke rumah, “Hey teman-teman sekarang aku sudah punya sayap.”
“Waw sayapmu indah sekali” kata peri yang lain akhirnya Peri Lilya bisa jalan-jalan bersama teman-temannya dengan sayap itu.

Rumah Baru Untuk Riri

“Ibu,aku ingin rumah baru”, saat itu ibunya sedang tidur siang. Ibu menatap Riri dengan heran
“Ada apa Riri Sayang?”, tanya ibu.
“Aku ingin rumah baru bu, rumahku sudah berlubang,lihatlah bu”.
“Rumah mu masih bagus koq”, kata ibu.
“Tapi aku tidak mau bu punya rumah yang sudah berlubang begini”, lanjut Riri.
Dengan tersenyum dan mengerti maksud Riri, ibu menjawab, “Ayo kita cari di tepi pantai”.  Di tepi pantai banyak sekali rumah-rumah bekas yang di tinggal kan oleh yang terdahulu, ada yang masih bagus dan ada juga yang telah hancur.“Kamu ingin rumah yang seprti apa?”, tanya ibu.
“Aku ingin rumah yang seperti Haro, rumahnya bagus dan berkilau bila terkena sinar matahari”, pinta Riri. Kemarin Haro, teman Riri baru saja mengganti rumah lamanya dengan rumah baru yang bagus dan berkilau jika terkena sinar matahari. Rumah Haro membuat iri banyak teman-temannya.
“Aku juga ingin rumah yang seperti fifi rumah nya sangat luas”, pinta Riri lagi. Ibu hanya tersenyum mendengar pinta riri yang begitu banyak.
“Bagaimana dengan rumah yang ini?”, kata ibu sambil menunjukkan rumah yang ditemukan.
“Ya ya seperti ini, aku mau yang ini rumah sama persis dengan rumah Haro”, kata riri dengan senangnya. Lalu Riri mencoba memasukkan tubuhnya ke dalam rumah baru yang berkilau ketika terkena sinar matahari.
“Hei, siapa itu enak saja masuk ke rumahku”, kata sang pemilik rumah yang bagus itu.
“Maaf pak,saya tidak sengaja”, Riri meminta maaf kepada sang pemilik rumah.
“Rumah bagus pasti sudah berpemilik ya bu?”, tanya riri kepada ibu nya.
“Bagaimana dengan rumah yang bagus ini?”, tanya ibu sambil menunjuk ke rumah yang besar.
“Ya aku ingin rumah yang ini”, sorak Riri. Lalu Riri mencoba memasukan tubuhnya.
“Terlalu besar untukku bu”, kata riri sedih.
“Bagaimana dengan yang ini nak?”, tanya ibu.
“Rumah ini mirip dengan rumah Fifi”, kata riri senang lalu ia mencoba memasukan tubuhnya.
“Lihat bu, ada lubang di belakang rumah ini”, keluh riri penuh kecewa. Lalu ia melihat rumah yang berwarna kuning yang bagus.
“Bu aku mau yang ini”, pinta Riri. Riri pun memasukkan tubuhnya ke rumah baru temuannya.
“Di dalam ini begitu nyaman, tidak kepanasan, tidak kedinginan.”
Lalu tiba-tiba ibu tertawa menggelogar. “kenapa ibu tertawa?”, tanya Riri dengan heran. Ibu masih saja tertawa tak henti.
“Itukan rumahmu yang dulu,lihat ada lubang kecil di atas rumahmu.”
“Memang ya bu rumah kita memang paling nyaman ya bu.”, jawab Riri sambil tersipu malu.

Seekor Anak Singa

Alkisah, di sebuah hutan belantara ada seekor induk singa yang mati setelah melahirkan anaknya. Bayi singa yang lemah itu hidup tanpa perlindungan induknya. Beberapa waktu kemudian serombongan kambing datang melintasi tempat itu. Bayi singa itu menggerakgerakkan tubuhnya yang lemah. Seekor induk kambing tergerak hatinya. Ia merasa iba melihat anak singa yang lemah dan hidup sebatang kara. Dan terbitlah nalurinya untuk merawat dan melindungi bayi singa itu.Sang induk kambing lalu menghampiri bayi singa itu dan membelai dengan penuh kehangatan dan kasih sayang. Merasakan hangatnya kasih sayang seperti itu, sibayi singa tidak mau berpisah dengan sang induk kambing. Ia terus mengikuti ke mana saja induk kambing pergi. Jadilah ia bagian dari keluarga besar rombongan kambing itu. Hari berganti hari, dan anak singa tumbuh dan besar dalam asuhan induk kambing dan hidup dalam komunitas kambing. Ia menyusu, makan, minum, bermain bersama anak-anak kambing lainnya.
Tingkah lakunya juga layaknya kambing. Bahkan anak singa yang mulai berani dan besar itu pun mengeluarkan suara layaknya kambing yaitu mengembik bukan mengaum! la merasa dirinya adalah kambing, tidak berbeda dengan kambing-kambing lainnya. Ia sama sekali tidak pernah merasa bahwa dirinya adalah seekor singa.
Suatu hari, terjadi kegaduhan luar biasa. Seekor serigala buas masuk memburu kambing untuk dimangsa. Kambing-kambing berlarian panik. Semua ketakutan. Induk kambing yang juga ketakutan meminta anak singa itu untuk menghadapi serigala.
“Kamu singa, cepat hadapi serigala itu! Cukup keluarkan aumanmu yang keras dan serigala itu pasti lari ketakutan!” Kata induk kambing pada anak singa yang sudah tampak besar dan kekar. tapi anak singa yang sejak kecil hidup di tengah-tengah komunitas kambing itu justru ikut ketakutan dan malah berlindung di balik tubuh induk kambing. Ia berteriak sekeras-kerasnya dan yang keluar dari mulutnya adalah suara embikan. Sama seperti kambing yang lain bukan auman. Anak singa itu tidak bisa berbuat apa-apa ketika salah satu anak kambing yang tak lain adalah saudara sesusuannya diterkam dan dibawa lari serigala.
Induk kambing sedih karena salah satu anaknya tewas dimakan serigala. Ia menatap anak singa dengan perasaan nanar dan marah, “Seharusnya kamu bisa membela kami! Seharusnya kamu bisa menyelamatkan saudaramu! Seharusnya bisa mengusir serigala yang  jahat itu!”
Anak singa itu hanya bisa menunduk. Ia tidak paham dengan maksud perkataan induk kambing. Ia sendiri merasa takut pada serigala sebagaimana kambing-kambing lain. Anak singa itu merasa sangat sedih karena ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Hari berikutnya serigala ganas itu datang lagi. Kembali memburu kambing-kambing untuk disantap. Kali ini induk kambing tertangkap dan telah dicengkeram oleh serigala. Semua kambing tidak ada yang berani menolong. Anak singa itu tidak kuasa melihat induk kambing yang telah ia anggap sebagai ibunya dicengkeram serigala. Dengan nekat ia lari dan menyeruduk serigala itu. Serigala kaget bukan kepalang melihat ada seekor singa di hadapannya. Ia melepaskan cengkeramannya. Serigala itu gemetar ketakutan! Nyalinya habis! Ia pasrah, ia merasa hari itu adalah akhir hidupnya!
Dengan kemarahan yang luar biasa anak singa itu berteriak keras, “Emmbiiik!”
Lalu ia mundur ke belakang. Mengambil ancang ancang untuk menyeruduk lagi.
Melihat tingkah anak singa itu, serigala yang ganas dan licik itu langsung tahu bahwa yang ada di hadapannya adalah singa yang bermental kambing. Tak ada bedanya dengan kambing. Seketika itu juga ketakutannya hilang. Ia menggeram marah dan siap memangsa kambing bertubuh singa itu! Atau singa bermental kambing itu!
Saat anak singa itu menerjang dengan menyerudukkan kepalanya layaknya kambing, sang serigala telah siap dengan kuda-kudanya yang kuat. Dengan sedikit berkelit, serigala itu merobek wajah anak singa itu dengan cakarnya. Anak singa itu terjerembab dan mengaduh, seperti kambing mengaduh. Sementara induk kambing menyaksikan peristiwa itu dengan rasa cemas yang luar biasa. Induk kambing itu heran, kenapa singa yang kekar itu kalah dengan serigala. Bukankah singa adalah raja hutan?
Tanpa memberi ampun sedikitpun serigala itu menyerang anak singa yang masih mengaduh itu. Serigala itu siap menghabisi nyawa anak singa itu. Di saat yang kritis itu, induk kambing yang tidak tega, dengan sekuat tenaga menerjang sang serigala. Sang serigala terpelanting. Anak singa bangun.
Dan pada saat itu, seekor singa dewasa muncul dengan auman yang dahsyat.
Semua kambing ketakutan dan merapat! Anak singa itu juga ikut takut dan ikut merapat. Sementara sang serigala langsung lari terbirit-birit. Saat singa dewasa hendak menerkam kawanan kambing itu, ia terkejut di tengah-tengah kawanan kambing itu ada seekor anak singa.
Beberapa ekor kambing lari, yang lain langsung lari. Anak singa itu langsung ikut lari. Singa itu masih tertegun. Ia heran kenapa anak singa itu ikut lari mengikuti kambing? Ia mengejar anak singa itu dan berkata, “Hai kamu jangan lari! Kamu anak singa, bukan kambing! Aku takkan memangsa anak singa!
Namun anak singa itu terus lari dan lari. Singa dewasa itu terus mengejar. Ia tidak jadi mengejar kawanan kambing, tapi malah mengejar anak singa. Akhirnya anak singa itu tertangkap. Anak singa itu ketakutan,
“Jangan bunuh aku, ammpuun!”
“Kau anak singa, bukan anak kambing. Aku tidak membunuh anak singa!”
Dengan meronta-ronta anak singa itu berkata, “Tidak aku anak kambing! Tolong lepaskan aku!”
Anak singa itu meronta dan berteriak keras. Suaranya bukan auman tapi suara embikan, persis seperti suara kambing.
Sang singa dewasa heran bukan main. Bagaimana mungkin ada anak singa bersuara kambing dan bermental kambing. Dengan geram ia menyeret anak singa itu ke danau. Ia harus menunjukkan siapa sebenarnya anak singa itu. Begitu sampai di danau yang jernih airnya, ia meminta anak singa itu melihat bayangan dirinya sendiri.
Lalu membandingkan dengan singa dewasa.
Begitu melihat bayangan dirinya, anak singa itu terkejut, “Oh, rupa dan bentukku sama dengan kamu. Sama dengan singa, si raja hutan!”
“Ya, karena kamu sebenarnya anak singa. Bukan anak kambing!” Tegas singa dewasa.
“Jadi aku bukan kambing? Aku adalah seekor singa!”
“Ya kamu adalah seekor singa, raja hutan yang berwibawa dan ditakuti oleh seluruh isi hutan! Ayo aku ajari bagaimana menjadi seekor raja hutan!” Kata sang singa dewasa.
Singa dewasa lalu mengangkat kepalanya dengan penuh wibawa dan mengaum dengan keras. Anak singa itu lalu menirukan, dan mengaum dengan keras. Ya mengaum, menggetarkan seantero hutan. Tak jauh dari situ serigala ganas itu lari semakin kencang, ia ketakutan mendengar auman anak singa itu.
Anak singa itu kembali berteriak penuh kemenangan, “Aku adalah seekor singa! Raja hutan yang gagah perkasa!”

Ratu Aji Bidara Putih

Di kecamatan Muara Kaman kurang lebih 120 km di hulu Tenggarong ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur ada sebuah daerah yang terkenal dengan nama Danau Lipan. Meskipun bernama Danau, daerah tersebut bukanlah danau seperti Danau Jempang dan Semayang. Daerah itu merupakan padang luas yang ditumbuhi semak dan perdu.

Aryo Menak dan Tujuh Bidadari

Aryo Menak adalah seorang pemuda yang sangat gemar mengembara ke tengah hutan. Pada suatu bulan purnama, ketika dia beristirahat dibawah pohon di dekat sebuah danau, dilihatnya cahaya sangat terang berpendar di pinggir danau itu. Perlahan-lahan ia mendekati sumber cahaya tadi. Alangkah terkejutnya, ketika dilihatnya tujuh orang bidadari sedang mandi dan bersenda gurau disana.
Ia sangat terpesona oleh kecantikan mereka. Timbul keinginannya untuk memiliki seorang diantara mereka. Iapun mengendap-endap, kemudian dengan secepatnya diambil sebuah selendang dari bidadari-bidadari itu.
Tak lama kemudian, para bidadari itu selesai mandi dan bergegas mengambil pakaiannya masing-masing. Merekapun terbang ke istananya di sorga kecuali yang termuda. Bidadari itu tidak dapat terbang tanpa selendangnya. Iapun sedih dan menangis.
Aryo Menak kemudian mendekatinya. Ia berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi. Ditanyakannya apa yang terjadi pada bidadari itu. Lalu ia mengatakan: “Ini mungkin sudah kehendak para dewa agar bidadari berdiam di bumi untuk sementara waktu. Janganlah bersedih. Saya akan berjanji menemani dan menghiburmu.”
Bidadari itu rupanya percaya dengan omongan Arya Menak. Iapun tidak menolak ketika Arya Menak menawarkan padanya untuk tinggal di rumah Arya Menak. Selanjutnya Arya Menak melamarnya. Bidadari itupun menerimanya.
Dikisahkan, bahwa bidadari itu masih memiliki kekuatan gaib. Ia dapat memasak sepanci nasi hanya dari sebutir beras. Syaratnya adalah Arya Menak tidak boleh menyaksikannya.
Pada suatu hari, Arya Menak menjadi penasaran. Beras di lumbungnya tidak pernah berkurang meskipun bidadari memasaknya setiap hari. Ketika isterinya tidak ada dirumah, ia mengendap ke dapur dan membuka panci tempat isterinya memasak nasi. Tindakan ini membuat kekuatan gaib isterinya sirna.
Bidadari sangat terkejut mengetahui apa yang terjadi. Mulai saat itu, ia harus memasak beras dari lumbungnya Arya Menak. Lama kelamaan beras itupun makin berkurang. Pada suatu hari, dasar lumbungnya sudah kelihatan. Alangkah terkejutnya bidadari itu ketika dilihatnya tersembul selendangnya yang hilang. Begitu melihat selendang tersebut, timbul keinginannya untuk pulang ke sorga. Pada suatu malam, ia mengenakan kembali semua pakaian sorganya. Tubuhnya menjadi ringan, iapun dapat terbang ke istananya.
Arya Menak menjadi sangat sedih. Karena keingintahuannya, bidadari meninggalkannya. Sejak saat itu ia dan anak keturunannya berpantang untuk memakan nasi

Sabtu, 04 Desember 2010

Batu Golog

Pada jaman dahulu di daerah Padamara dekat Sungai Sawing hiduplah sebuah keluarga miskin. Sang istri bernama Inaq Lembain dan sang suami bernama Amaq Lembain.
Mata pencaharian mereka adalah buruh tani. Setiap hari mereka berjalan kedesa desa menawarkan tenaganya untuk menumbuk padi.
Kalau Inaq Lembain menumbuk padi maka kedua anaknya menyertai pula. Pada suatu hari, ia sedang asyik menumbuk padi. Kedua anaknya ditaruhnya diatas sebuah batu ceper didekat tempat ia bekerja.
Anehnya, ketika Inaq mulai menumbuk, batu tempat mereka duduk makin lama makin menaik. Merasa seperti diangkat, maka anaknya yang sulung mulai memanggil ibunya: “Ibu batu ini makin tinggi.” Namun sayangnya Inaq Lembain sedang sibuk bekerja. Dijawabnya, “Anakku tunggulah sebentar, Ibu baru saja menumbuk.”
Begitulah yang terjadi secara berulang-ulang. Batu ceper itu makin lama makin meninggi hingga melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu kemudian berteriak sejadi-jadinya. Namun, Inaq Lembain tetap sibuk menumbuk dan menampi beras. Suara anak-anak itu makin lama makin sayup. Akhirnya suara itu sudah tidak terdengar lagi.
Batu Goloq itu makin lama makin tinggi. Hingga membawa kedua anak itu mencapai awan. Mereka menangis sejadi-jadinya. Baru saat itu Inaq Lembain tersadar, bahwa kedua anaknya sudah tidak ada. Mereka dibawa naik oleh Batu Goloq.
Inaq Lembain menangis tersedu-sedu. Ia kemudian berdoa agar dapat mengambil anaknya. Syahdan doa itu terjawab. Ia diberi kekuatan gaib. dengan sabuknya ia akan dapat memenggal Batu Goloq itu. Ajaib, dengan menebaskan sabuknya batu itu terpenggal menjadi tiga bagian. Bagian pertama jatuh di suatu tempat yang kemudian diberi nama Desa Gembong olrh karena menyebabkan tanah di sana bergetar. Bagian ke dua jatuh di tempat yang diberi nama Dasan Batu oleh karena ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan batu ini. Dan potongan terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan suara gemuruh. Sehingga tempat itu diberi nama Montong Teker.
Sedangkan kedua anak itu tidak jatuh ke bumi. Mereka telah berubah menjadi dua ekor burung. Anak sulung berubah menjadi burung Kekuwo dan adiknya berubah menjadi burung Kelik. Oleh karena keduanya berasal dari manusia maka kedua burung itu tidak mampu mengerami telurnya.
(Cerita ini diadaptasi secara bebas dari I Nengah Kayun dan kawan-kawan, “Batu Goloq,” Cerita Rakyat Nusa Tenggara Barat, Jakarta: Departemen P dan K, 1981, hal. 21-25).